DELAPANTOTO – Fenomena pelat nomor palsu sering muncul sebagai celah yang dimanfaatkan pengendara untuk menghindari tilang, menarik perhatian, atau menjual identitas kendaraan. Namun, jangan buru‑buru berpikir aman — teknologi penegakan lalu lintas modern seperti ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) sekarang membuat penggunaan pelat palsu jauh lebih berisiko. Berikut penjelasan lengkap kenapa pelat palsu tetap bisa terlacak dan apa konsekuensinya.
ETLE pada dasarnya mengandalkan kamera dan perangkat lunak pengenalan plat (Automatic Number Plate Recognition / ANPR). Kamera menangkap gambar kendaraan, sistem membaca angka dan huruf pada pelat, lalu mencocokkan data itu dengan basis data kepemilikan kendaraan (STNK) dan catatan pelanggaran. Selain membaca pelat, sistem juga merekam waktu, lokasi (GPS), kecepatan, dan bukti visual lain seperti foto kendaraan dari berbagai sudut.
Menggunakan pelat palsu bukan sekadar mengakali kamera — itu termasuk tindak pidana atau pelanggaran administratif di banyak yurisdiksi. Konsekuensinya bisa meliputi:
Beberapa praktek umum yang dipakai pelaku: mengganti satu karakter (mis. O jadi 0), menempel pelat sementara, menggunakan pelat kosong yang bisa diputar, atau menempelkan stiker untuk menyamarkan angka. Namun semua trik ini berisiko tinggi terekam jelas di kamera modern.
Jika ETLE mendeteksi ketidaksesuaian, data akan dikirim ke unit yang menangani penindakan. Petugas dapat memanggil pemilik kendaraan, meminta pemeriksaan fisik di pos, atau melakukan penjemputan kendaraan untuk pemeriksaan lebih lanjut (tergantung kebijakan setempat). Bukti foto dan video menjadi dasar surat tilang atau laporan.
Pelat nomor palsu mungkin terlihat sebagai solusi cepat untuk “mengakali” tilang atau perhatian, tetapi pada era pengawasan digital dan ETLE, itu justru memperbesar risiko — baik hukum maupun administratif. Sistem kamera, ANPR, dan integrasi data membuat jejak digital sulit dihapus. Intinya: jangan senang dulu — lebih baik patuh dan urus administrasi kendaraan dengan benar daripada berakhir dengan masalah hukum yang jauh lebih mahal dan merepotkan.
Sumber: mediaesports.co.id
Tidak ada komentar